Analisis Majas

 

PENDAHULUAN

Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.  Sastra merupakan ekspresi pikiran dalam bahasa sedangkan yang dimaksud pikiran adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan mental manusia.

Cipta sastra dilahirkan berdasarkan pengalaman pengarang, perasaan, dan kondisi lingkungan alam sehingga dalam menghasilkan cipta sastra tentunya pengarang dipengaruhi oleh lingkungannya.  Melalui cipta sastra, pengarang menuangkan keadaan kehidupan masyarakat yang dialaminya atau disaksikannnya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mengkonkretkan dan menghidupkan suatu cipta sastra, seorang pengarang dapat menggunakan majas (figurative of speech) yang di dalam buku pelajaran bahasa, secara salah kaprah disebut gaya bahasa.  Kata/ungkapan itu dapat ditafsirkan menurut arti hafiahnya dan menurut arti majasinya.  Arti harfiah itu sama dengan denotasi kata sedangkan arti majasi diperoleh jika denotasi kata dialihkan dan mencakupi juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain.

Penggunaan majas dalam suatu cipta sastra seperti cerpen dapat menimbulkan bahasa yang dipergunakan akan terasa bervariasi.  Majas diibaratkan sebagai bumbu dalam makanan.  Bumbu itulah yang membuat makanan menjadi lebih lezat.  Tanpa bumbu, makanan terasa hambar.  Oleh karena itu, penggunaan majas amat urgen dalam sebuah cipta sastra.  Hal ini dilakukan untuk mencari efek estetik dalam cipta sastranya.

PENGERTIAN MAJAS

Keraf menyatakan bahwa majas bersinonim dengan gaya bahasa atau style, yaitu cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (2004:113).

Adapun Tarigan mengemukakan bahwa majas adalah bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah. Majas, kiasan, atau figurative of speech adalah bahasa kias, bahasa indah, yang dipergunakan untuk meninggikan dan meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta membandingkan benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.  Pendek kata, penggunaan tertentu dapat mengubah serta menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu. (2009:104).

JENIS MAJAS

Majas banyak ragamnya dan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan.

Setiap majas itupun banyak jenisnya.  Majas perbandingan dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu: perumpamaan, metafora, personifikasi, alegori, dan antitesis.

Majas pertentangan pun dapat dibagi atas tujuh jenis, yaitu: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, dan zeugma.

Majas pertautan dibagi atas tujuh jenis, yaitu: metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, elipsis, inversi, dan gradasi.

Seperti halnya majas perbandingan, pertentangan, pertautan, maka majas perulangan pun dibagi atas empat jenis, yaitu: aliterasi, antanaklasis, kiasmus, dan repetisi.

Penjelasan secara terperinci untuk tiap jenis-jenis majas akan penulis jabarkan berikut contoh-contohnya.

1). Majas Perbandingan  

a). Perumpamaan

Perumpamaan adalah padanan kata simile yang merupakan perbandingan yang bersifat ekplisit, yaitu menunjukkan kesamaan dengan menggunakan kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, bak, dan sebagainya.  Contoh:

 Kikirnya seperti kepiting batu

 Ia laksana bidadari.

       b). Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.

Contoh:

Orang itu adalah buaya darat

Pemuda adalah bunga bangsa

       c). Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau tidak bernyawa seoalah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

Contoh:

Matahari baru saja kembali ke peraduannya.

Angin meraung di tengah malam yang gelap itu.

       d). Alegori

Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan.  Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya.  Nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.

       e). Antitesis

Antiesis adalah sejenis majas yang mengadakan perbandingan antara dua antonim, yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.

Contoh:

Dia bergembira ria atas kegagalan dalam lomba.

Kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semuanya mempunyai kewajiban terhadap keamanan bangsa dan negara.

2). Majas Pertentangan

       a). Hiperbola

Hiperbola termasuk gaya kiasan untuk menyatakan suatu benda, hal atau peristiwa dengan cara melebih-lebihkannya.

Contoh:

Badannya kerempeng tinggal tulang dibalut kulit.

Hatinya hancur lebur melihat nasib anaknya.

       b). Litotes

Litotes adalah majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.

Contoh:

Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

Rumah buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami bertahun-tahun lamanya.

       c). Ironi

Ironi adalah suatu ekspresi maksud dengan menggunakan sesuatu yang berlawanan secara langsung pada pikiran kebenaran agar orang yang dituju tersindir secara halus.

Contoh:

Bagus sekali tulisanmu, seperti ceker ayam!

Rapi betul tulisanmu sehingga sulit dibaca!

       d). Oksimoron

Oksimoron adalah majas yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

Contoh:

Keramahtamahan yang bengis

Itu sudah menjadi rahasia umum.

       e). Paronomasia

Paronomasia adalah majas yang berisi jajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi berbeda maknanya.

Contoh:

Tanggal dua gigiku tanggal dua

 “Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”

       f). Paralipsis

Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Contoh:

Tidak ada yang menyenangi kamu (maaf), yang saya maksud membenci kamu di desa ini.

       h). Zeugma

Zeugma adalah majas di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.

Contoh:

Dengan membelalakan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu.

Ia menundukkan kepala dan badannya  untuk memberi penghormatan kepada kami.

3). Majas Pertautan

       a).  Metonimia

Metonimia adalah majas yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

Contoh:

Ia membeli chevrolet.

Saya minum satu gelas, ia dua gelas.

       b).  Sinekdoke

Sinekdoke adalah maja yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).

Contoh:

Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1.000,00.

Dalam pertandingan sepakbola itu, tuan rumah menderita kekalahan 3 – 4.

       c). Alusi

Alusi adalah majas yang menggunakan ungkapan atau peribahasa lama sebagai sindiran berselubung dengan maksud memberi rasa humor.

Contoh:

Sia-sia saja Anda berkering air ludah, menasihati anak yang keras kepala, seperti menyurat di atas air.

       d). Eufismisme

Eufimisme adalah majas yang menggunakan kata-kata yang halus dalam menyatakan sesuatu benda, hal, keadaan, atau orang.

Contoh:

Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (meninggal).

Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (gila).

       e). Elipsis

Elipsis adalah majas yang menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar.

Contoh:

Dia bersama istrinya ke Jakarta minggu yang lalu (penghilangan predikat).

Fuji mencinta sepenuh hati (penghilangan objek).

       f). Inversi

Inversi adalah majas yang merupakan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.  Dengan kata lain adalah perubahan urutan subjek/predikat menjadi predikat/subjek.

Contoh:

Heran saya

Putih rumahnya

       g). Gradasi

Gradasi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian dan urutan (paling sedikit tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang di antaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.

Contoh:

Aku mempersembahkan cintaku padamu

Cinta yang bersih dan suci

Suci murni tanpa noda

Noda yang selalu kujauhi dari hidup

4). Majas Perulangan

       a). Aliterasi

Aliterasi adalah majas yang berwujud perulangan konsonan yang sama.

Contoh:

Takut titik lalu tumpah

Keras keras kerak kena air lembut juga

       b). Antanaklasis

Antanaklasis adalah majas yang mengandung ulangan kata yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda.

Contoh:

Buah pikiran orang itu menjadi buah bibir masyarakat

Saya selalu membawa buah tangan untuk buah hati saya

       c). Kiasmus

Kiasmus adalah majas yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Contoh:

Orang desa berlaga orang kota, orang kota berlaga orang desa.

       d). Repetisi

Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan kata atau kelompok kata yang sama.

Contoh:

Atau maukah kamu pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoa-kecoa, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?

 

CERPEN DAN KARAKTERISTIKNYA

Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan suatu peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan permasalahan/persoalan secara tuntas dan utuh. Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Kemudian pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan (surprise). Menurut Egdar Allan Poe dalam Somad (dianggap sebagai tokoh cerpen modern, ada lima aturan penulisan cerpen, yakni sebagai berikut:

       1. Cerpen harus pendek

Artinya, cukup pendek untuk dibaca dalam sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada para pembacanya secara terus menerus, tanpa terputus-putus, sampai kalimat yang terakhir.

       2. Cerpen seharusnya mengarah untuk membuat efek yang tunggal dan unik.

Sebuah cerpen yang baik mempunyai ketunggalan pikiran dan action yang biasa dikembangkan lewat sebuah garis yang langsung dari awal hingga akhir.

       3. Cerpen harus tampak sungguhan.

Tampak sungguhan adalah dasar dari sebuah seni mengisahkan cerita. Semua tokoh ceritanya dibuat sungguhan, berbicara dan berlaku seperti manusia yang betul-betul hidup.

       4. Cerpen harus ketat dan padat.

Cerpen harus berusaha memadatkan setiap gambaran pada ruang sekecil mungkin. Makdusnya agar pembaca mendapatkan kesan tunggal dari keseluruhan cerita.

  1. Cerpen harus memberi kesan yang tuntas.

Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerita itu betul-betul selesai. Jika ujung cerita masih terkatung-katung, pembaca akan merasa kecewa.

SINOPSIS CERPEN

Cerpen “Surat untuk Nining” ini berkisah tentang seorang kakak yang mengirimkan surat kepada adiknya di kampung. Seorang kakak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayahnya menikah lagi dengan perempuan lain dan meninggalkan dirinya, ibu, serta dua orang adiknya. Ibunya menjadi tukang cuci di sebuah keluarga dengan upah yang amat minim sehingga tidak mampu menghidupi dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu ia berusaha mencari pekerjaan di kota dengan diiming-imingi akan menerima gaji yang besar, bahkan lebih besar dari gaji seorang PNS dan menteri sekalipun. Padahal ia hanya seorang gadis usia 19 tahun lulusan SMA. Ternyata pekerjaan si tokoh adalah akan dijadikan sebagai perempuan pemuas nafsu dan diperdagangkan (trafficing). Namun karena ia memiliki cacat di alisnya, akhirnya dia tidak diperdagangkan tetapi dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah keluarga kelas menengah yang terdiri atas sepasang suami istri berkulit putih dan bermata sipit dengan empat orang anak (di luar negeri). Di akhir cerita, si tokoh mengalami suatu percobaan perkosaan dari anak majikannya tetapi tidak berhasil (karena mempertahankan kesuciannya) yang menyebabkan si tokoh meninggal dunia. Akhirnya dia pun dipulangkan ke tanah airnya, ke keluarganya.

ANALISIS CERPEN

 

No

Kutipan

Jenis Majas

1. Wanita itu mengira kita hendak menjilat uang Bapak.

(Paragraf 2)

Metafora

(Perbandingan)

2. Caci-maki itu takkan menghunjam lubuk hatinya, berbeda andai kitalah (ditambah ibu) yang menerimanya.

(Paragraf 2)

Personifikasi

(Perbandingan)

3. Jauh-jauh kuliah sampai ibukota, balik ke kampung hanya jadi pegawai negeri sipil.

(Paragraf 3)

Elipsis

(Pertautan)

4. Asal kamu tahu, Ning, rekening itu ibaratnya seperti celengan ayam dari tanah liat.

(Paragraf 3)

Simile/Perumpamaan

(Perbandingan)

5. Badan berisi dapat dikira anak majikan.

(Paragraf 4)

Eufimisme

(Pertautan)

6. Pipi dan bibirnya semerah jambu.

(Paragraf 6)

Simile/Perumpamaan

(Perbandingan)

7. Itulah sebab kami takut kepada wanita-wanita bertampang bidadari itu melebihi takut kami pada para genderuwo.

(Paragraf 7)

Hiperbola

(Pertentangan)

8. Mereka tipikal pesolek yang meski setengah mati bersolekpun tetap masih tak tampak seperti Krisdayanti.

(Paragraf 9)

Simile/Perumpamaan

(Perbandingan)

9. Gawat, Ning, andai surat ini nyasar di tangan mereka, terungkaplah kemunafikan teteh selama ini.

(Paragraf 9)

Personifikasi

(Perbandingan)

10. … jauh dari pandang mata buas Mama dan Mami meski betapa kini teteh berada di dalam sarang burung nasar.

(Paragraf 9)

Metafora

(Perbandingan)

11. Itu mengapa teteh bertahan meski setiap malam harus tidur di atas genangan air mata.

(Paragraf 10)

Metafora

(Perbandingan)

PENUTUP

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pengarang banyak mempergunakan majas perbandingan di dalam cipta sastranya.  Majas perbandingan sebesar 73 % (8 kalimat), majas pertentangan sebesar 9 % (1 kalimat), dan majas pertautan 19 % (2 kalimat).

DAFTAR PUSTAKA

 

Keraf, Gorys.  2004.  Diksi dan Gaya Bahasa (Komposisi Lanjutan I).  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Henry Guntur.  2009.  Pengajaran Semantik.  Bandung: Angkasa.

Leave a comment