Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan

Pendahuluan

Manusia memiliki kedudukan yang sangat unik dibandingkan dengan makhluk lain. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan benda-benda atau makhluk lain. Manusia aktif berusaha untuk menciptakan suasana hidup yang lebih baik dari sebelumnya.  Manusia dapat mempengaruhi masyarakat sesuai dengan peranannya.  Hal tersebut dapat diperoleh  manusia melalui pendidikan.

Konsep long life education merupakan konsep pendidikan yang tidak akan berhenti selama manusia masih ada (hidup).  Hidup dan kehidupan tidak dapat terlepas dari pendidikan. Proses pendidikan akan terasa sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan. Dengan pendidikan yang dilewati manusia secara terus menerus dan berkesinambungan, maka unsur-unsur yang tadinya merupakan potensi yang masih tidur, akan menjadi nyata dan berfungsi.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dari masyarakat. Dalam keluarga terjadi proses komunikasi dan interaksi antarpenghuninya. Komunikasi antara ibu dan ayah, ibu dan anak, ayah dan anak, serta antara anak dengan anak. Komunikasi ini dapat menjadi komunikasi yang edukatif jika orang tua dengan sengaja ingin mentransformasikan nilai-nilai ke dalam diri anak.  Oleh karena itu, dalam keluarga dapat terjadi proses pendidikan.

Pembahasan

1.    Dasar-dasar Pendidikan dalam Keluarga

Pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional Indonesia.  Oleh karena itu, norma-norma hukum yang berlaku bagi pendidikan di Indonesia juga berlaku bagi pendidikan dalam keluarga.

Dasar hukum pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga dasar, yaitu dasar hukum Ideal, dasar hukum Struktural, dan dasar hukum Operasional.  Dasar hukum Ideal adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum.  Oleh karena itu, landasan Ideal pendidikan keluarga di Indonesia adalah Pancasila.  Setiap orang tua berkewajiban untuk menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila pada anak-anaknya.

Landasan Struktural di Indonesia adalah UUD 1945.  Dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pengajaran dan pemerintah mengusahakan sistem pengajaran nasional yang diatur dalam perundang-undangan.  Berdasarkan pasal 31 UUD 1945 itu, maka ditetapkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.  Berdasarkan Bab IV, pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah dan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis.  Dari kutipan ini, dapat disimpulkan bahwa orang tua itu mempunyai wajib hukum untuk mendidik anak-anaknya.  Kegagalan anak dalam pendidikan merupakan kegagalan dalam pendidikan keluarga.  Begitu pula sebaliknya, keberhasilan anak dalam pendidikan merupakan keberhasilan pendidikan dalam keluarga.

Bersadarkan Tap MPR No. II/MPR/1988 bahwa pendidikan itu berdasarkan atas Pancasila dasar dari falsafah negara.  Di samping itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah.  Oleh karena itu, secara operasional pendidikan anak yang berlangsung dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan tanggung jawab orang tua juga.   Pendidikan dalam keluarga berlangsung karena hukum kodrat.  Secara kodrati, orang tua wajib mendidik anak.  Oleh karena  itu, pendidikan yang dilakukan oleh orang tua disebut pendidikan alami atau pendidikan kodrati.

2.    Peran Ayah dalam Keluarga

Ayah adalah bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga.  Mengenai peran ayah, ada empat peran ayah di dalam keluarga.  Keempat peran tersebut adalah ayah menjadi teman bermain bagi anak-anaknya, sebagai guru yang menjadi sumber pengetahuan dan memelihara rasa keingintahuan bagi anak-anaknya, sebagai pelindung bagi anak-anaknya,  serta memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dengan ibu dalam mengurus anak-anaknya. (Aar: 2013).

Adapun Parsono dkk. (1999) mengemukakan bahwa peran ayah itu adalah:

  1. Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga
  2. Ayah sebagai sex partner
  3. Ayah sebagai pencari nafkah
  4. Ayah sebagai pendidik
  5. Ayah sebagai tokoh atau model identifikasi anak
  6. Ayah sebagai pembantu pengurus rumah tangga

3.    Peran Ibu dalam Keluarga

Menjadi seorang ibu dalam keluarga adalah “profesi” yang tidak bisa dianggap remeh.  Menjadi ibu bukanlah hal yang mudah.  Dari sederet peran seorang ibu dalam keluarga, ada tujuh peran penting ibu dalam keluarga;
    1.    Ibu sebagai manajer
Seorang ibu mampu mengintegrasikan berbagai macam karakter dan berbagai macam keadaan/kondisi anggota keluarganya ke dalam satu tujuan.
    2.    Ibu sebagai teacher
Seorang ibu mampu mendidik putra-putrinya, mengajarkan sesuatu yang baru, melatih, membimbing, mendarahkan, serta memberikan penilaian baik berupa penghargaan (reward) maupun sanksi (punishment) yang mendidik.
    3.    Ibu sebagai chef
Ibu harus pandai memutar otak untuk berkreasi menghasilkan menu-menu yang dapat diterima semua anggota keluarga, baik menu sarapan, makan siang, maupun makam malam.
    4.    Ibu sebagai nurse
Seorang ibu harus telaten merawat putra-putrinya, memandikan, menyuapi makan sampai segala sesuatu yang dibutuhkan oleh putra-putrinya sekecil apapun dia perhatikan, dan tidak bosan-bosannya mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya yang begitu tulus.
    5.    Ibu sebagai accountant
Seorang ibu mampu mengelola APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga), dengan sebaik-baiknya dan kebutuhan-kebutuhan lain.
    6.    Ibu sebagai design interierior
Seorang ibu harus mampu menciptakan/menata berbagai furniture yang ada di rumahnya, untuk menciptakan suasana baru sehingga tidak membosankan
    7.    Ibu sebagai doctor
Seorang ibu harus mampu mengupayakan kesembuhan dan menjaga putra-putrinya dari berbagai hal yang mengancam kesehatan sehingga keluarganya tetap dalam keadaan sehat.
Adapun menurut Parsono dkk. (1999), peran ibu dalam keluarga adalah: ibu sebagai pengatur rumah tangga, sebagai tenaga kerja, sebagai makhluk sosial.

4.    Jenis-jenis Pendidikan dan Pola Asuh dalam Keluarga

Anak yang hidup mula-mula ada dalam keluarga masing-masing.  Pengaruh utama yang masuk adalah pengaruh ibu, kemudian ayah, keluarga kandung, keluarga besar, teman sebaya, tetangga dan seterusnya.  Hubungan keluarga serumah yang harmonis akan menjadi persemaian perkembangan pertumbuhan rasa selanjutnya.  Perkembangan pribadi pada umumnya dan khususnya perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi keluarga.  Oleh karena itu situasi yang kondusif dalam keluarga sangat diperlukan, kemudian adanya berbagai kebiasaan yang baik, larangan dan anjuran, serta berbagai contoh dari pihak keluarga terutama dari ibu dan ayah sangat dibutuhkan. (Dakir: 68).

Dalam keluarga terjadi transformasi nilai-nilai.  Seluruh nilai-nilai tersebut telah ditransformasikan ke dalam diri anak oleh orang tua.  Oleh karena itu segala jenis pendidikan telah dilaksanakan dalam keluarga. Adiwikarta (1988) menyatakan bahwa di semua lingkungan pendidikan semua aspek mendapat tempat.

Kita mengenal tiga lingkungan pendidikan (Tri Pusat Pendidikan), yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.  Semua lingkungan pendidikan telah menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan aspek psikomotor.  Berhubungan dengan  pernyataan ini,  Adiwikarta dalam Parsono  menyatakan bahwa pernyataan ini adalah tidak benar jika dikatakan bahwa segi afektif dikembangkan di dalam keluarga, segi kognitif di sekolah, dan segi motorik di masyarakat. Juga tidak benar kalau dikatakan bahwa pendidikan di rumah dilandasi emosional dan pendidikan di sekolah dilandasi rasional, serta di masyarakat dilandasi segi kepraktisan. (1999: 6.7).

Gunarsa dalam Parsono  membedakan pola asuh orang tua ke dalam tiga cara, yaitu:
    1.    Pola asuh otoriter
Dalam pola ini akan terjadi komunikasi satu dimensi atau satu arah.  Orang tua menentukan aturan-aturan dan melakukan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak.  Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya dan anak tidak mempunyai pilihan lain.  Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi.  Anak melakukan perintah orang tua karena takut.  Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, serta keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
    2.    Pola asuh bebas
Pola ini berorientasi bahwa anak itu makhluk hidup yang berpribadi bebas.  Anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya.  Seorang anak yang lapar, ia harus memasukkan nasi ke dalam mulutnya sendiri, mengunyah sendiri, dan menelan sendiri.  Tidak mungkin orang tuanya mengunyah dan memasukkan makanan ke dalam perut anaknya.  Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukan untuk hidupnya.  Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik.
    3.    Pola asuh demokratis
Pola asuh ini berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah subjek yang bebas dan anak sebagai makhluk yang masih lemah dan butuh bantuan untuk mengembangkan diri.  Manusia sebagai subjek harus dipandang sebagai pribadi.  Anak adalah sebagai pribadi yang masih perlu mempribadikan dirinya dan terbuka untuk dipribadikan.  (1999: 6.7-6.9).
 

Penutup

Dalam keluarga terjadi proses transformasi nilai-nilai dalam rangka membudayakan manusia muda menjadi manusia yang berbudaya.  Ayah dan ibu memegang peran penting dalam pembentukan keluarga.  Dalam hal ini ayahlah yang harus dapat mengendalikan keluarga.  Sistem pola asuh yang diterapkan dalam keluarga antara lain:  pola asuh otoriter, pola asuh bebas, dan pola asuh demokratis.

Daftar Pustaka :

Dakir. 2004.  Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum.  Jakarta: PT Rineka Cipta.

Parsono dkk.  Landasan Pendidikan.  Jakarta: Universitas Terbuka. 1999.

www.google.com.  Aar. Ayah, Guru, Parenting.  Diunduh tanggal 1 Juli 2013 pukul 11.30.

www.google.com.  Deni Kurnia.  Tujuh Peran Penting Ibu dalam Keluarga.  Diunduh tanggal 1 Juli 2013 pukul 11.56.

Leave a comment